HINENI (הנני): Ini Aku, Budak-Mu (Karena Cinta).
"Tetapi jika budak
itu dengan sungguh-sungguh berkata: Aku cinta kepada tuanku, kepada
isteriku dan kepada anak-anakku, aku tidak mau keluar sebagai orang
merdeka, maka haruslah tuannya itu membawanya menghadap Allah, lalu
membawanya ke pintu atau ke tiang pintu, dan tuannya itu menusuk
telinganya dengan penusuk, dan budak itu bekerja pada tuannya untuk
seumur hidup." - Keluaran 21:5-6
Dalam 6 bulan terakhir ini ada segolongan orang dari kaum percaya
Kristus mendengungkan sebuah slogan baru "HINENI", yang dalam bahasa
Ibrani berarti "ini aku, budakmu" (here i am, your slave - not servant).
Melihat artinya dapat kita simpulkan bahwa seorang beriman yang
mencapai atau berusaha mencapai level HINENI adalah seseorang yang
berbulat tekad, iman dan cintanya untuk mengabdi sepenuh hati kepada
Tuannya apapun risiko yang akan dihadapinya.
Mari kita berandai-andai sejenak. Seandainya Tuhan yang kita sembah datang kepada kita dan berkata, "Relakah
kamu jika sepanjang hidupmu bahkan sampai akhir hayatmu, Aku tidak
memberkati kamu, adakah kamu masih tetap percaya, taat dan setia
mengikuti ke manapun Aku kehendaki kamu ada?" Jawaban apa yang akan
kita balaskan kepada-Nya? Beranikah kita berkata, "Ya Tuhan, aku rela."
atau kita berubah menjadi kecewa seperti orang muda yang kaya itu? Dan
janganlah kita memiliki pikiran bahwa Tuhan akan berubah pikiran suatu
waktu ketika kita sudah menjawab bersedia, karena kita tidak bisa
membohongi-Nya. Sebab Dia memahami hati.
Kondisi HINENI tidak terjadi begitu saja dan tidak dipaksakan oleh siapa
pun termasuk Tuhan sekali pun. Keputusan seorang percaya untuk
ber-Hineni tidak didasari oleh sebuah kepasrahan apalagi sebuah
keputusasaan. Dasar orang percaya ber-Hineni adalah karena CINTA kepada Tuannya.
Imannya bukan lagi kuat, namun sudah bulat. Orang tersebut sadar bahwa
dia memiliki pilihan untuk menjadi orang "merdeka", hidup berdasarkan
kehendak bebas (free will) yang Tuhan berikan sejak mulanya,
namun pada akhirnya ia MEMBUANG KEMERDEKAANNYA dan mengikat seluruh
hidupnya total kepada Tuannya KARENA CINTA.
Karena cinta, maka sekalipun orang tersebut adalah budak, namun ia cukup
memahami hati Tuannya. Budak ini bukan budak yang jauh dalam hubungan
dengan Tuannya, namun memiliki keintiman dengan Tuannya. Ia tidak
sekedar menaati perintah Tuannya, namun memahami isi hati, selera, mood
bahkan ketidaksukaan Tuannya. Dan walaupun ia begitu memahami
Tuannya, ia tidak menjadi sombong, sebaliknya semakin hari semakin tahu
diri dan semakin merendah.
Demikianlah Kristus merelakan segalanya, termasuk hidup-Nya. Relakah kita?
Comments
Post a Comment